PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (saham JPFA) mungkin tidak terdengar familiar, tetapi produk-produknya seperti So Good, So Nice, dan Real Good telah menjadi akrab di telinga masyarakat Indonesia melalui distribusi yang luas dan iklan televisi yang sering muncul. Meskipun ketiga produk tersebut dikenal luas, JAPFA juga memproduksi berbagai komoditas lainnya, menjadikannya sebagai salah satu perusahaan dengan portofolio produk yang beragam di industri makanan dan minuman.
Profil saham JPFA
PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (saham JPFA) adalah perusahaan asal Indonesia yang bergerak di bidang peternakan dari hulu ke hilir. Perusahaan ini memiliki fasilitas pembibitan dan perawatan ternak sampai fasilitas untuk mengolah daging atau telur ternak tersebut menjadi makanan siap konsumsi.
Tidak hanya ayam, Japfa juga bergerak di bidang peternakan sapi dan perikanan. Produk-produk perusahaan ini antara lain nugget So Good, sosis So Nice, susu Real Good, pakan ternak, daging mentah untuk segmen bisnis dan masih banyak lainnya. Pangsa pasar Japfa tidak hanya untuk masyarakat Indonesia dan segmen konsumen (B2C). Japfa juga merupakan pengekspor ternak dan bahan ternak terkemuka di Asia Tenggara.
Menurut laporan tahunan perusahaan ini pada tahun 2022 lalu, produk Japfa bisa ditemukan di 16 negara, seperti Amerika Serikat, Jepang, Kanada, Taiwan, Singapura, Belanda, Italia, Filipina dan Kuwait. Adapun untuk sektor bisnis (B2B), Japfa bekerjasama dengan restoran chain terkemuka di Indonesia dan dunia, seperti McDonald’s, Burger King, A&W, Texas, Richeese Factory.
Didirikan pada tahun 1971 dengan nama PT Java Pelletizing Factory, perusahaan ini mulai listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 1989. Hingga tahun Januari 2024, 40% saham perusahaan ini dimiliki oleh Japfa LTd, sebuah perusahaan yang berbasis di Singapura, 15, 4% dimiliki oleh Credit Suisse AG Singapore Trust dan lebih dari 44% sisanya dimiliki oleh investor publik, baik itu investor institusi maupun individu.
Harga Saham JPFA Terkini
Seperti yang terlihat dalam gambar grafik diatas bahwasanya harga saham JPFA mengalami penurunan hingga hampir 49.12% dalam 5 tahun terakhir. Pada awal tahun 2019 saham ini dijual dengan harga Rp2.340/lembar atau Rp234.000/lot, dan per 26 Februari 2024 saham JPFA hanya dijual dengan harga Rp1.150/lembar atau Rp115.000/lot.
Dari gambar di atas juga terlihat bahwasanya dalam 1 tahun terakhir, saham JPFA juga mengalami penurunan yang cukup signifikan sebesar 12.21% dari Rp1.310 menjadi Rp1.150/lembar. Namun pada kenyataannya, tidak hanya saham JPFA yang mengalami penurunan, tetapi juga saham sektor poultry (unggas) yang berada di Bursa Efek Indonesia secara keseluruhan.
Karena penurunan ini, pada Juli 2023 lalu saham JPFA keluar dari indeks LQ45. Namun demikian, JPFA tercatat masih merupakan konstituen indeks IDX80, yaitu indeks yang berisi 80 perusahaan yang memiliki kondisi fundamental dan likuiditas yang baik serta memiliki nilai kapitalisasi pasar yang besar.
Analisis Fundamental JPFA
Seiring dengan penurunan harga sahamnya, laba JPFA sepanjang bulan Januari – September 2023 juga mengalami penurunan secara YoY. Dilihat dari pendapatannya, hingga September 2023, pendapatan perusahaan ini sedikit meningkat dari 36 triliun rupiah menjadi 37 triliun rupiah. Namun karena peningkatan pendapatan ini diikuti dengan peningkatan sebagian besar komponen biaya, maka tidak heran jika laba bersih perusahaan ini turun dari 1,5 triliun rupiah pada September 2022 menjadi 994 miliar rupiah pada September 2023.
Dilansir dari beberapa sumber, terdapat beberapa faktor bisnis yang kemungkinan mempengaruhi kinerja saham dan keuangan emiten ini. Faktor bisnis tersebut antara lain:
- Harga jagung dunia : Jagung merupakan bahan utama untuk memproduksi pakan ternak. Meskipun Indonesia sudah bisa memproduksi jagung sendiri, namun ada kalanya emiten dituntut untuk melakukan impor karena supply dalam negeri tidak mencukupi. Oleh karena itu, apabila harga jagung lokal dan dunia meningkat, maka akan terjadi peningkatan beban produksi produsen sektor ini juga. Apabila di cek, harga komoditas ini mengalami penurunan dalam 1 tahun terakhir.n
- Nilai tukar rupiah : Sebagai perusahaan yang berbisnis ekspor impor, maka mau tidak mau tinggi rendahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar akan mempengaruhi kinerja bisnis JPFA. Baik itu menambah pendapatan maupun mengurangi laba. Per Februari 2024, nilai tukar USD terhadap Rupiah mencapai angka 15.650 atau sekitar 500 rupiah lebih mahal dibandingkan dengan harga tahun lalu.n
- Kebijakan pemerintah Indonesia : Dalam beberapa tahun ini, pemerintah Indonesia menerbitkan kebijakan culling atau pemilahan anak ayam unggul untuk mengurangi risiko oversupply dan menstabilkan harga ayam broiler di pasaran. Semakin tinggi dan stabil harga ayam broiler di pasaran, maka pendapatan perusahaan ini juga berpotensi naik. Per Februari 2024, harga daging ayam berkisar antara 59.000 sampai 61.500 yang mana nilai ini lebih besar dibandingkan tahun lalu yang sekitar 40.000.n
- Daya beli masyarakat Indonesia : Sebagai lokasi bisnis utama JPFA, daya beli masyarakat Indonesia juga memainkan peran penting dalam kinerja bisnis ini. Hal ini termasuk permintaan dari sektor bisnis lainnya seperti Cafe dan Restoran. Momen-momen seperti Ramadan, Idul Fitri dan hari raya lain adalah momen kunci keberhasilan bisnis ini, sebab semakin banyak masyarakat Indonesia yang mengkonsumsi produk olahan ayam dan sapi.
Apabila dilihat dari 4 indikator di atas, maka potensi bisnis saham JPFA tahun 2024 ini masih cukup bagus dengan sisi kontra hanya pada nilai tukar rupiah yang bisa memperbesar biaya operasional perusahaan ini apabila JPFA masih mengimpor jagung.
Hanya saja, sebagai investor Anda tetap harus melakukan analisis tersendiri dan tidak bergantung pada analisis yang dilakukan oleh orang lain. Download dan gunakan aplikasi Alpha Investasi untuk analisis dan jual beli saham dengan lebih praktis dan mudah. Alpha Investasi, siap menjadi sarana bisnis Anda!