Inflasi adalah fenomena ekonomi yang ditandai dengan kenaikan harga barang dan jasa secara umum dalam jangka waktu tertentu. Fenomena ini dapat mempengaruhi daya beli masyarakat dan stabilitas perekonomian. Memahami penyebab dan bagaimana dampaknya sangat penting bagi setiap individu dan pelaku bisnis.
Lalu, Apa saja faktor-faktor yang menjadi pemicu, dan bagaimana cara kita bisa menghadapinya?
Temukan jawabannya dan pelajari lebih lanjut tentang inflasi dalam artikel ini!
Apa Itu Inflasi?
Secara bahasa, dalam kamus Merriam-Webster arti inflasi adalah kenaikan harga barang secara terus menerus yang umumnya dikarenakan adanya peningkatan jumlah uang beredar di pasaran dan peningkatan kredit relatif terhadap jumlah barang dan jasa.
Di Indonesia, inflasi dihitung berdasarkan data harga barang-barang konsumen yang telah dikumpulkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) setiap tahunnya.
Inflasi terbagi ke dalam beberapa jenis, yaitu:
- Ringan: Terjadi ketika kenaikan harga barang dan jasa “hanya” di bawah 10%.
- Sedang: Kenaikan serentak harga barang dan jasa bisa disebut jenis sedang jika menembus angka 10%-30% dalam satu tahun.
- Berat: Disebut sebagai berat ketika hanya dalam satu tahun saja harga barang dan jasa bisa naik 30% hingga 100%. Misalnya, untuk membeli sembako (sembilan bahan pokok), tahun lalu masyarakat hanya mengeluarkan uang Rp100.000, namun tahun ini untuk membeli barang yang sama dibutuhkan Rp130.000-Rp200.000. Maka kenaikan harga sembako tersebut tergolong berat.
- Sangat berat: Terjadi ketika kenaikan harga barang dan jasa di atas 100% hanya dalam 1 tahun saja.
Inflasi sebenarnya merupakan fenomena yang umum terjadi di perekonomian modern. Hal ini karena pada tingkat tertentu inflasi adalah diakibatkan oleh pergerakan ekonomi masyarakat di sebuah negara. Hanya saja, tugas pemerintah dalam hal ini otoritas moneter seperti Bank Indonesia adalah untuk membuat tingkat inflasi di sebuah negara bisa terjaga.
Kebalikan dari inflasi adalah deflasi atau penurunan harga barang dan jasa secara serentak. Meskipun terdengar bagus, namun deflasi seringkali mengindikasikan adanya perlambatan ekonomi, sehingga tetap harus dikelola dengan baik.
Baca juga: Tips Cara Menghitung Dana Darurat
Penyebab Inflasi
Secara umum, terdapat dua hal yang menjadi penyababnya, yaitu:
1. Kenaikan Biaya Produksi (Cost Push Inflation)
Sederhananya, ketika harga bahan baku naik maka mau tidak mau perusahaan harus meningkatkan harga jual. Apabila hal ini terjadi secara serentak dalam banyak barang dan jasa sekaligus, maka akan terjadi inflasi.
Apabila dirinci kembali, kenaikan biaya produksi bisa disebabkan oleh beberapa faktor berikut:
- Penurunan nilai tukar mata uang. Ketika nilai tukar rupiah terhadap dolar maupun mata uang asing lainnya mengalami penurunan (depresiasi), maka biaya untuk mengimpor bahan baku dari negara lain tersebut akan jadi lebih mahal. Misalnya, kamu memiliki usaha yang mengimpor tas dari China. Ketika 1 renminbi (rmb) sama dengan Rp2.000, untuk mendapatkan 1 tas seharga RMB 1000 kamu hanya perlu mengeluarkan uang Rp2.000.000. Namun ketika nilai tukar rupiah terhadap rmb turun menjadi 1 rmb sama dengan Rp2.200, maka untuk mendapatkan barang yang sama kamu harus mengeluarkan uang sebesar Rp2.200.000.
- Inflasi luar negeri. Kenaikan harga barang dan jasa di negara mitra juga bisa berdampak pada impor bahan baku di Indonesia. Misalnya, China mengalami inflasi sebesar 10%, sehingga gaji karyawan di negara tirai bambu tersebut naik 10%. Hal ini berakibat harga jual produk-produk dari China juga bisa lebih mahal, termasuk produk yang diekspor ke Indonesia.
- Kenaikan harga barang dan jasa strategis. Barang dan jasa strategis ini adalah barang dan jasa yang dikelola oleh pemerintah karena menyangkut hajat hidup orang banyak, seperti BBM dan listrik. Kenaikan harga BBM misalnya, bisa membuat biaya distribusi dan produksi produk meningkat, sehingga meningkatkan harga jual produk tersebut.
2. Tingginya Permintaan Barang dan Jasa (Demand Pull Inflation)
Sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran, kalau jumlah permintaan sebuah barang dan jasa lebih besar dibandingkan dengan jumlah supply-nya, maka harga barang dan jasa tersebut akan mengalami kenaikan. Apabila kenaikan harga ini terjadi secara serentak maka bisa terjadi inflasi. Contonya mudah saja, yaitu harga sembako menjelang Hari Raya Idul Fitri.
Mendekati Idul Fitri, biasanya harga produk sembako tinggi karena masyarakat berbondong-bondong membelinya untuk kebutuhan hari raya, entah itu untuk memasak opor, membuat kue, atau bahkan zakat. Dalam ranah makro, kenaikan harga juga bisa disebabkan oleh adanya ekspektasi inflasi (expected inflation).
Ekspektasi inflasi adalah perkiraan yang akan terjadi di masa depan dengan mempertimbangkan data-data historis variabel makro ini dan berbagai kebijakan yang bisa berpengaruh terhadapnya.
Ketika seorang investor mendapatkan informasi mengenai ekspektasi inflasi atau dapat menghitung hal ini secara mandiri, maka bukan tidak mungkin ini akan mempengaruhi keputusan investasinya di masa depan.
Baca juga: Cara Mencapai Financial Freedom Beserta Arti & Pengertiannya
Dampak Inflasi
Secara umum, dampak utama dari inflasi adalah penurunan daya beli masyarakat. Misalnya, tahun lalu uang Rp 100,000 bisa digunakan untuk membeli sembako, namun dengan adanya inflasi sebesar 30%, saat ini perlu uang sebesar Rp 130,000 untuk membeli sembako yang sama. Karena potensi penurunan daya beli inilah sebaiknya kamu membeli instrumen investasi dengan return di atas tingkat inflasi.
Irving Fisher dalam persamaannya yang terkenal disebut dengan Fisher equation menyebutkan bahwa keuntungan bersih atau real interest rate dari sebuah instrumen investasi entah itu tabungan atau lainnya setara dengan nominal interest rate dikurangi dengan tingkat inflasi, atau:
Real Interest Rate ≈ Nominal Interest Rate − Inflation Rate
Misalnya, tahun lalu kamu membeli sebuah saham senilai Rp100.000 dengan return sebesar 35%. Tahun ini, kamu menjual semua saham tersebut dan mendapatkan pendapatan sebesar Rp 135.000 (100.000 ditambah 35%).
Semua pendapatan tersebut kamu gunakan untuk membeli sembako yang telah mengalami inflasi 30% di atas. Maka, dari investasi tersebut kamu masih mendapatkan keuntungan (real interest rate) sebesar Rp 5,000 atau 5% dari 100.000.
Nilai ini diperoleh dari:
5% atau real interest rate = 35% sebagai nominal interest rate – 30% sebagai tingkat inflasi.
Baca juga: 5 Tipe Menabung Sesuai dengan Tujuan yang Diinginkan
Cara Mengatasi Inflasi
Inflasi umumnya diatasi oleh bank sentral (Bank Indonesia) dengan cara mengurangi jumlah supply uang di pasaran. Hal ini biasanya dilakukan dengan cara meningkatkan suku bunga acuan dengan tujuan supaya masyarakat lebih memilih untuk menabung alih-alih membelanjakan uangnya.
Selain itu, bank sentral juga akan menjual surat berharga yang mereka miliki (Sertifikat Bank Indonesia) dan mematok bunga simpanan untuk bank umum yang tinggi. Tujuan dari mengatasi inflasi adalah, supaya bank umum membeli surat berharga tersebut dan menyimpan uangnya di bank sentral, dengan demikian mereka tidak memiliki dana berlebih untuk disalurkan dalam bentuk kredit.
Sebagai kesimpulan, inflasi adalah peningkatan harga barang dan jasa yang dapat berdampak pada daya beli masyarakat. Untuk menjaga kestabilan keuangan, penting bagi kita untuk memahami dan mengelola efek inflasi dengan bijak. Dengan pengetahuan yang tepat, kita dapat mengambil langkah-langkah yang efektif untuk melindungi aset dan meningkatkan kesejahteraan finansial kita.
Untuk informasi lebih mendalam tentang topik investasi dan bisnis, jangan ragu untuk membaca artikel lainnya di AlphaInvestasi!