Salah satu perusahaan tambang besar di Indonesia, PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) dikabarkan akan segera melakukan private placement pada akhir Maret tahun 2024 ini. Diberitakan dana yang terkumpul dari aksi korporasi ini akan digunakan oleh perusahaan untuk mengembangkan tambang emas.
Digadang-gadang dampak aksi korporasi ini akan negatif terhadap harga saham. Mengapa demikian? Dan apa yang dimaksud dengan private placement itu? Simak selengkapnya berikut ini:
Pengertian Private Placement
Private placement adalah penjualan saham baru kepada investor yang telah terpilih sebelumnya. Investor yang terpilih ini biasanya berupa investor institusi, seperti bank atau perusahaan investasi, tetapi juga bisa berupa investor retail tapi yang memiliki modal investasi yang tinggi.
Private placement berbeda dengan right issue. Pada private placement, investor yang tidak terpilih tidak memiliki hak memesan efek terlebih dahulu (Non-HMETD), sementara pada right issue atau Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD), semua investor saham perusahaan tersebut memiliki hak untuk memesan saham tambahan tersebut terlebih dahulu sebelum dialokasikan kepada investor tertentu saja. Oleh karena itu, dalam Bahasa Indonesia, istilah lain dari private placement adalah Penambahan Modal Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMTHMETD).
Manfaat Private Placement
Mekanisme private placement tidak hanya bisa dilakukan oleh perusahaan publik (perusahaan yang sudah listing di Bursa Efek Indonesia), tetapi juga bisa dilakukan oleh perusahaan tertutup yang belum melakukan initial public offering (IPO). Hal ini karena mekanisme ini menawarkan beberapa manfaat, seperti:
1. Tambahan modal untuk operasional
Private placement adalah mekanisme pengumpulan modal yang bisa dilakukan oleh perusahaan jika perusahaan tersebut enggan mendapatkan modal tambahan dari utang ke bank. Sama seperti MDKA, tambahan modal ini kemudian dapat digunakan untuk ekspansi ke bisnis baru dan atau mengembangkan produk baru.
2. Biaya yang lebih murah
Biaya mencari tambahan modal secara private (private placement) relatif lebih rendah dibandingkan dengan initial public offering (IPO). Hal ini karena saat IPO, perusahaan perlu menggunakan jasa tenaga profesional, seperti auditor, dan underwriter serta harus berkomunikasi dengan instansi pemerintah terkait. Belum lagi perusahaan yang sudah IPO akan terus diawasi oleh publik dan pemerintah.
Biaya private placement saham juga lebih rendah dibandingkan dengan mendapatkan modal dari pinjaman bank. Hal ini karena dengan cara ini, perusahaan tidak perlu membayar pokok investasi kepada investor dan bisa membayar dividen kapanpun sesuai dengan kondisi bisnis. Hal ini tentu berbeda dengan mendapatkan pinjaman bank yang mana perusahaan harus melunasi pokok utang dan wajib membayar bunga setiap bulannya.
3. Proses lebih cepat
Dibandingkan dengan IPO, proses private placement tentu lebih cepat. Sebab, perusahaan “hanya” tinggal menentukan nama-nama investor yang dipilih dan memberikan proposal private placement kepada mereka. Hal ini berbeda dengan IPO yang mana perusahaan harus berulang kali ke OJK dan BEI serta melalui tahap bookbuilding.
4. Bisa digunakan untuk membayar utang
Tidak dapat dipungkiri kalau beberapa perusahaan menerbitkan saham baru dalam rangka mengumpulkan dana yang akan digunakan untuk membayar utang. Hal ini khususnya apabila perusahaan tersebut memang perlu melakukan restrukturisasi permodalannya dengan melunasi utang-utang jangka pendek (dengan tenor kurang dari 1 tahun) menggunakan dana yang terkumpul dari saham.
Hanya saja kekurangan dari mekanisme ini adalah investor-investor pilihan tersebut bisa jadi memiliki tuntutan yang lebih besar kepada perusahaan dibandingkan dengan investor publik pada umumnya. Sebab tentuya investor-investor tersebut tidak hanya menginvestasikan sejumlah besar dana ke dalam perusahaan, tetapi juga merupakan instansi dan individu yang memiliki skill dan pengetahuan keuangan yang lebih baik dibandingkan sebagian besar investor.
Dampak Private Placement Untuk Investor dan Harga Saham
Meskipun memiliki dampak baik bagi perusahaan, namun private placement relative kurang disukai oleh investor pada umumnya. Hal ini karena apabila perusahaan tersebut menerbitkan saham baru dan tidak memberikan hak HMETD, maka kepemilikan investor terhadap saham tersebut akan terdilusi dan earning per share (EPS) yang bisa mereka dapatkan akan berkurang.
Misalnya, awalnya perusahaan B menerbitkan 1.000.000 lembar saham dan investor A memiliki 1.000 lembar (1%) dari saham perusahaan B tersebut. Apabila pada tahun 2023 perusahaan B mencetak keuntungan sebesar Rp10.000.000, maka earning per share (EPS) yang diperoleh oleh investor A adalah sebesar Rp10 per saham atau total sebesar Rp10.000.
Lalu pada tahun 2024, perusahaan B menerbitkan 1.000.000 saham lagi dengan mekanisme private placement dan investor A bukan investor yang terpilih untuk berinvestasi. Dengan asumsi jumlah saham yang dimiliki oleh investor A masih sebesar 1.000 lembar, maka kini investor A hanya memiliki 0,5% dari keseluruhan saham perusahaan B dan apabila pada tahun 2024 keuntungan perusahaan B tetap Rp10.000.000, maka kini investor A hanya akan mendapatkan EPS sebesar Rp5 per lembar atau Rp5.000 saja.
Hal ini tentu saja berbeda dengan right issue. Pada right issue, investor lama perusahaan tersebut akan diberi kesempatan untuk memesan saham lebih banyak saat saham baru diterbitkan. Akibatnya, emiten tidak hanya bisa mengumpulkan dana, tetapi juga kepemilikan dan keuntungan investasi investor tidak akan terdilusi kecuali jika investor terkait memang tidak membeli saham baru tersebut.
Akibatnya, ketika sebuah perusahaan mengumumkan akan melakukan private placement, tidak heran jika harganya menurun. Sebab, investor lama perusahaan ini berekspektasi kalau keuntungan yang bisa mereka peroleh dari investasi tersebut akan menurun juga.
Namun demikian, investor perlu lebih bijak dalam menanggapi aksi korporasi ini. Apabila private placement digunakan untuk kegiatan operasional atau investasi strategis, bisa jadi di masa depan aksi korporasi ini justru akan menguntungkan investor, khususnya investor yang mau mengambil risiko membeli lebih banyak saham dengan harga yang lebih murah.
Hal ini tentu berbeda jika aksi korporasi ini dilakukan oleh perusahaan untuk membayar utang. Investor perlu melihat lebih lanjut mengenai bagaimana potensi restrukturisasi modal tersebut terhadap kinerja perusahaan.
Dapatkan informasi menarik seputar saham lainnya dengan subscribe artikel edukasi dari Alpha Investasi. Jangan lupa, segera aplikasikan pengetahuan yang Anda dapatkan dari blog ini dengan bertransaksi saham menggunakan aplikasi Alfa Investasi. Sebab dengan Alpha investasi, investasi saham terbaik ada digenggaman.