Salah satu saham yang banyak diperbincangkan setelah IPO pada tahun 2023 lalu adalah saham BREN. Rilis pada 9 Oktober tahun 2023 dengan harga Rp780 per lembar, harga saham perusahaan milik Prajogo Pangestu ini naik hingga lebih dari 250% dalam kurun waktu kurang dari 1 tahun.
Apakah ini artinya saham perusahaan ini layak untuk dibeli atau apakah hanya merupakan bagian dari bandwagon effect saja? Simak penjelasan lengkapnya berikut ini:
Profil Saham BREN
BREN adalah kode saham dari PT Barito Renewables Energy Tbk, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang energi terbarukan. Didirikan pada tahun 2018 dengan nama PT Barito Cahaya Nusantara, perusahaan ini merupakan bagian dari Barito Group milik Prajogo Pangestu.
Prajogo memiliki saham perusahaan ini menggunakan 2 kendaraan, yaitu PT Barito Pacific Tbk atau BRPT yang memiliki 64,67% saham perusahaan ini dan Green Era Energy Pte Ltd, sebuah perusahaan milik Keluarga Pangestu yang berpusat di Singapore. Green Era Energy Pte Ltd memiliki saham perusahaan ini sebanyak 23,6%. Dengan demikian, investor publik hanya memiliki saham BREN sebesar 11,73% (IDN Financial).
PT Barito Renewables Energy Tbk adalah perusahaan yang bergerak di bidang energi terbarukan. Bekerja sama dengan berbagai mitra strategis, seperti Pertamina dan PLN, perusahaan ini memiliki 5 fasilitas produksi yang terletak di berbagai wilayah di Indonesia. 5 fasilitas produksi tersebut antara lain:
- Star Energy Geothermal (Wayang Windu) Limited di Wayang Windu, Pangalengan, Bandung. Dengan anak perusahaan ini, BREN mengoperasikan pembangkit listrik tenaga panas bumi dengan kapasitas 230,5 MW yang menjadi salah satu sumber listrik daerah Jawa, Madura, Bali. Untuk mengelola unit produksi ini, BREN bekerjasama dengan Pertamina dan PLN setidaknya sampai tahun 2039.
- Star Energy Geothermal Darajat II Limited di Garut, Jawa Barat. Sama seperti pusat produksi di Wayang Windu, fasilitas produksi ini juga memproduksi pembangkit listrik tenaga panas bumi yang ditujukan untuk menjadi sumber listrik wilayah Jawa, Madura dan Bali. Dengan kapasitas sebesar 274,5 MW, BREN berhak mengelola fasilitas produksi ini sampai tahun 2041 (untuk unit 1 dan 2) dan 2047 (untuk unit 3).
- Star Energy Geothermal Salak, Ltd (SEGSL) di Sukabumi, Jawa Barat. Selain di Garut dan Bandung, perusahaan ini juga mengoperasikan pembangkit listrik tenaga panas bumi di area Gunung Salak, Sukabumi. Menurut laporan tahunan BREN tahun 2023, SEGSL pada tahun 2021 berhasil mengalirkan listrik dengan kapasitas sebesar 381 MW.
- PT Star Energy Geothermal Indonesia (SEGI) di Gunung Hamiding, Maluku Utara. Sedikit berbeda dengan 3 proyek sebelumnya, proyek PT Star Energy Geothermal ini masih pada tahap penelitian pendahuluan sejak tahun 2013.
- PT Star Energy Geothermal Suoh Sekincau (SEGSS), Sekincau Lampung. Sama seperti proyek di Gunung Hamiding, proyek pembangunan fasilitas eksplorasi panas bumi di Sekincau ini juga masih dalam tahap penelitian.
Selain 5 fasilitas eksplorasi di atas, perusahaan ini juga mengelola 3 fasilitas pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) yang terletak di Sukabumi, Sidrap dan Lombok. Dengan demikian, BREN adalah saham yang tepat untuk dibeli, jika Anda ingin berinvestasi pada perusahaan yang mendukung pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
Analisis Fundamental Saham BREN
Dilihat dari laporan laba ruginya, kinerja bisnis BREN dari tahun 2021 menunjukkan tren positif. Pendapatan perusahaan mengalami peningkatan yang cukup stabil dari 537 juta USD pada tahun 2021 menjadi 594 juta USD pada tahun 2023. Terbaru, perusahaan ini membukukan pendapatan sebesar 145 juta USD, sedikit menurun dibandingkan pendapatan pada Maret 2023 lalu yang mencapai 147 juta USD.
Berbeda dengan pergerakan pendapatan perusahaan, laba BREN terbilang bergerak fluktuatif. Sempat naik dari US$ 158 juta ke US$172 juta pada periode 2021-2022, laba perusahaan ini justru turun menyentuh US$ 145 juta pada tahun 2023. Pada awal tahun 2024 ini, laba perusahaan juga mengalami penurunan secara YoY dari US$ 39 juta pada Maret 2023 menjadi US$ 37 juta pada Maret 2024.
Lebih lanjut lagi, nilai debt to equity ratio (DER) perusahaan ini terbilang tinggi. Dengan aset sebesar 3,5 miliar USD, 2,8 miliar diantaranya adalah liabilitas atau utang dan hanya sekitar 6 miliar sisanya adalah ekuitas. Ini artinya, nilai DER perusahaan ini pada tahun 2023 mencapai 4,39 kali lipat. Artinya, proyek perusahaan ini lebih banyak dibiayai oleh utang dibandingkan oleh ekuitas atau modal dari investor.
Namun demikian, untungnya secara komposisi, utang perusahaan ini didominasi oleh utang jangka panjang dan nilai DER perusahaan ini relatif fluktuatif (tidak terus meningkat). Menurut laporan keuangan terbaru perusahaan ini, terdapat 2,6 miliar USD yang merupakan utang jangka panjang dan 269 juta USD utang jangka pendek (tenor kurang dari 1 tahun). Selain itu, dengan dukungan aset lancar yang memadai, nilai current ratio perusahaan ini juga terbilang aman.
Prospek Saham BREN
Tidak dapat dipungkiri bahwasannya, listrik adalah salah satu kebutuhan pokok masyarakat saat ini. Ini artinya, kebutuhan terhadap pasokan listrik yang stabil tidak akan mati dalam 10 atau 20 tahun kedepan. Seiring dengan adanya pergeseran minat masyarakat dari energi listrik yang menggunakan bahan bakar fosil ke energi terbarukan, prospek BREN terbilang cukup menjanjikan. Hanya saja, sebagai saham energi terbarukan, valuasi BREN terbilang cukup mahal, sehingga masih ada kemungkinan harga saham ini akan mengalami penurunan dalam beberapa bulan kedepan. Sebagai investor, khususnya jangka panjang, Anda tetap harus awas dengan potensi pembalikan trend harga ini. Hindari terjebak pada FOMO dan bandwagon effect dan lakukan analisis yang lebih memadai untuk memastikan keuntungan jangka panjang.