Dalam menganalisis kondisi keuangan sebuah perusahaan atau memilih instrumen investasi terbaik, salah satu istilah yang sering ditemui adalah likuiditas. Likuiditas adalah tingkat kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek, yang menjadi indikator penting untuk menilai kesehatan keuangan. Memahami konsep ini akan membantu kamu dalam membuat keputusan investasi yang lebih tepat dan cermat.
Apa Itu Likuiditas?
Sederhananya apabila sebuah perusahaan dapat membayar utang dan kewajiban jangka pendeknya, maka boleh dikatakan kalau kondisi keuangan perusahaan tersebut sedang sehat. Di sisi lain, dalam pasar keuangan, arti likuiditas adalah kemampuan sebuah aset untuk diubah menjadi uang kas dengan tanpa mempengaruhi harga pasar aset tersebut.
Dalam hal ini, uang kas atau uang tunai adalah aset yang paling likuid, kemudian disusul dengan piutang, surat berharga, dan paling akhir adalah aset tetap, seperti rumah, gedung atau tanah.
Untuk lebih memahaminya, contoh likuiditas adalah sebagai berikut.
Misalnya, kamu memiliki utang sebesar Rp1.000.000 kepada seorang teman, lalu tiba-tiba teman tersebut menagih utang tersebut.
Jika kamu memiliki kas dan aset setara kas senilai Rp1.000.000 yang dapat kamu gunakan untuk membayar utang, maka kamu menunjukkan likuiditas aset yang bagus dan memiliki struktur keuangan yang sehat.
Sebaliknya, jika kamu harus menjual asetmu, seperti reksadana atau tanah, untuk membayar utang, itu menandakan bahwa kondisi keuanganmu kurang sehat dan likuid.
Oleh sebab itu, penting bagi investor saham maupun obligasi untuk memahami istilah likuiditas ini. Sebab, tentunya investor perlu berinvestasi pada perusahaan dengan kondisi keuangan yang sehat dan memastikan kalau surat berharga ini bisa dicairkan dengan cepat.
Baca juga: Cara Mengatur Keuangan Pribadi yang Mudah dan Tepat
Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas adalah ukuran untuk menilai likuiditas keuangan sebuah perusahaan, yang diukur menggunakan berbagai rasio keuangan tergantung dengan jenis aset yang digunakan sebagai pembilang. Berikut ini beberapa di antaranya:
1. Current Ratio
Current ratio atau rasio lancar adalah jenis rasio likuiditas yang diperoleh dari pembagian antara aset lancar dan kewajiban atau utang jangka pendek. Aset lancar (current asset) adalah jenis aset yang bisa diuangkan dengan mudah dan tidak membutuhkan biaya besar, seperti uang kas dan setara kas, piutang, bahan habis pakai dan surat berharga yang bisa dengan mudah dijual (marketable securities).
Rumuscurrent ratio atau rasio likuiditas lancar adalah:
Current ratio = aset lancar/ kewajiban lancar
Contoh:
Sebuah perusahaan memiliki uang kas sebesar Rp2.000.000, piutang sebesar Rp1.900.000, saham di perusahaan lain sebesar Rp500.000 dan inventory yang belum terjual sebesar Rp750.000 serta utang jangka pendek sebesar Rp1.350.000.
Maka, nilai rasio lancar perusahaan tersebut adalah:
Current Ratio = (Rp2.000.000 + Rp1.900.000 + Rp500.000 + Rp750.000) / Rp1.350.000 = 3,8.
2. Quick Ratio
Quick ratio atau acid test ratio hampir mirip dengan rasio lancar. Dalam rasio ini, kita harus terlebih dahulu mengurangi nilai aset lancar dengan nilai barang dagang (inventory) karena kita menganggap inventory tidak se-likuid aset lancar lainnya.
Maka dari itu, rumusquick ratio adalah:
Quick Ratio = (Aset lancar – inventory) / kewajiban lancar
Contoh:
Mengambil contoh pada perusahaan di poin 1 di atas, maka quick ratio perusahaan tersebut adalah:
Current Ratio = (Rp2.000.000 + Rp1.900.000 + Rp500.000) / Rp1.350.000 = 3,25.
3. Cash Ratio
Cash ratio adalah rasio yang membandingkan jumlah uang kas yang dimiliki oleh perusahaan dengan kewajiban lancarnya. Uang kas dan setara kas adalah aset yang paling likuid. Dengan jumlah uang kas yang cukup untuk membayar utang jangka pendek, sebuah perusahaan langsung dapat melunasi utangnya jika sewaktu-waktu mitra menagih utang tersebut.
Contoh:
Pada contoh perusahaan di atas, maka rasio kas perusahaan tersebut adalah:
Cash ratio = jumlah uang kas / kewajiban lancar = Rp2.000.000 / Rp1.350.000 = 1,48.
Secara garis besar, nilai rasio likuiditas lebih dari 1 dianggap baik. Sebab hal ini berarti aset lancar sebuah perusahaan cukup untuk membayar utang jangka pendeknya jika sewaktu-waktu mitra menagihnya.
Namun demikian, kamu juga harus membandingkan nilai rasio likuiditas perusahaan tersebut dengan perusahaan lain yang bergerak di bidang yang sama. Sebab, besar kecilnya nilai rasio likuiditas sebuah perusahaan seringkali dipengaruhi oleh jenis industrinya.
Dalam hal ini apabila nilai rasio likuiditas sebuah perusahaan lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata rasio likuiditas perusahaan lainnya dalam industri yang sama, maka artinya perusahaan tersebut bekerja lebih baik dibandingkan dengan pesaing, begitu pun sebaliknya.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Likuiditas
Menghitung tingkat likuiditas sebuah perusahaan menggunakan beberapa indikator di atas tentu mudah. Namun, mengukur hal ini dengan 3 metrik di atas saja tidak cukup. Berikut ini beberapa faktor yang bisa mempengaruhi tingkat likuiditas sebuah perusahaan:
1. Jenis Industri
Beberapa jenis industri cenderung beroperasi menggunakan dana pihak ketiga entah itu dalam bentuk saham, obligasi atau pinjaman. Misalnya, industri startup yang cenderung sering menggunakan dana dari venture capital untuk kegiatan operasional mereka, ali-alih menggunakan dana dari founder (bootstrap).
Oleh sebab itu, dalam menganalisis rasio ini dalam sebuah perusahaan, kamu juga mengetahui rata-rata rasio likuiditas dari perusahaan lain yang bergerak di bidang yang sama.
2. Komponen Aset Lancar
Kas atau uang tunai merupakan aset yang paling lancar, sedangkan piutang, barang dagang, dan peralatan tidak secepat uang kas. Maka dari itu, perusahaan yang hanya mengandalkan piutang, barang dagang dan peralatan untuk membayar kewajiban jangka pendeknya tidak memiliki likuiditas yang sebaik perusahaan yang memiliki uang kas cukup.
Tidak hanya itu, sebaiknya kamu juga memeriksa tingkat kelancaran masing-masing aset lancar. Sebab, ada perusahaan yang memiliki piutang kepada mitra atau konsumen, tapi mitra atau konsumen tersebut membutuhkan waktu yang lama untuk melunasi utang mereka.
Begitu pula jika perusahaan memiliki surat berharga di perusahaan atau instansi lain. Sebab investasi obligasi dengan rating AAA tentu lebih likuid dibandingkan dengan investasi obligasi dengan rating BBB.
3. Komponen Kewajiban Lancar
Perusahaan harus membayar kewajiban lancar (current liabilities) dalam jangka waktu kurang dari satu tahun. Komponen kewajiban ini bisa bermacam-macam, mulai dari obligasi, saham, hingga pinjaman bank. Setiap komponen ini memiliki karakteristik yang berbeda.
Misalnya, penerbit menetapkan obligasi dengan kupon fixed rate dan floating rate. Akibatnya, perusahaan harus membayar besaran kupon yang berbeda kepada investor obligasi tersebut.
Risiko Kurangnya Likuiditas
Risiko likuiditas terjadi ketika sebuah perusahaan tidak memiliki aset yang cukup untuk membayar utang jangka pendeknya. Jika sebuah perusahaan tidak memiliki likuiditas yang cukup, maka operasional perusahaan tersebut bisa terganggu. Bahkan, tidak menutup kemungkinan perusahaan akan bangkrut. Jika otoritas keuangan terkait mencabut izin operasional, perusahaan yang bergerak di bidang perbankan tersebut tidak dapat beroperasi lagi.
Dalam beberapa kasus, kurangnya likuiditas pada sebuah bank juga mendorong otoritas keuangan terkait untuk memberikan bantuan guna mencegah risiko sistemik yang timbul akibat kebangkrutan bank tersebut.
Dengan demikian, likuiditas adalah konsep penting yang mencakup pengertian, rasio, risiko, serta rumus yang relevan untuk menilai kesehatan keuangan perusahaan. Memahami konsep ini dapat membantu investor dan pengelola keuangan dalam membuat keputusan yang lebih bijaksana. Jangan ragu untuk terus mengikuti berbagai artikel seputar finansial, terutama yang membahas saham dan reksadana dari AlphaInvestasi.
Baca juga: Contoh & Cara Analisis Fundamental Saham